Tinjauan Kepustakaan
Gagal Jantung Pada Penderita Infark Miokard Dengan TAV
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala BPK RSU Dr.Zainoel Abidin
Banda Aceh
Oleh:
Tita Menawati . L
0371150076
BAGIAN/ SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RSU DR. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2008
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi ini. Ketika masih sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia, definisi gagal jantung cenderung ke arah patofisiologi, lalu kemudian definisi ditempatkan pada penekanan pada gaga jantung sebagai suatu diagnosis klinis. Sementara kondisi ini memang merupakan suatu sindrom klinis, diagnosis dapat sulit ditegakkan pada tahap dini karena karena relatif tidak ada gejala.
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia ( 100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut.
Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.
Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Hali ini kadang-kadang belum selesai karena daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.
Miokard ventrikel kiri dan kanan dapat menghasilkan curah jantung antara 5 dan 20 L/men tergantung kondisi fisiologis, dan kontraksi tergantung pada sel jantung yang sangat khusus yaitu miosit
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih normal. Dengan perkataan lain, gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.5
Angka kematian akibat gagal jantung cukup tinggi terutama pada usia lebih dari 65 tahun. Selain itu, pasien gagal jantung secara otomatis akan mendapatkan beban ekonomi yang makin tinggi seiring dengan akibat hendaya (inability) kronik yang dialaminya. Gagal jantung sebenarnya terdiri dari beberapa jenis seperti gagal jantung sistolik, gagal jantung diastolik, akut, atau kronik. Jenis tersebut dahulu lebih banyak dideteksi dengan menggunakan tes dengar, anamnesis dan pemeriksaan fisik.Seiring waktu dengan makin tingginya teknologi, pemeriksaan gagal jantung kini dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu berteknologi tinggi, seperti ecocardiograph, photo thorax, EKG, dan kateter Swan Ganz, dan menilai profil klinis yakni kongesti dan perfusi yang disebut metode wet and cold (nohria).
Pencegahan
Deteksi dini jenis gagal jantung yang diderita pasien ini, menurut Daulat, berfungsi sebagai dasar penentuan penatalaksanaan atau pengobatan penyakit jantung. Karena masing-masing jenis harus ditangani dengan cara yang berbeda hingga bisa lebih efektif hasilnya. Misalnya, untuk pengobatan atau penatalaksanaan gagal jantung jenis akut yang tergolong mematikan, yang paling efektif digunakan adalah dengan pemantauan hemodinamis. Selain itu, kini penatalaksanaan gagal jantung akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kadar brain natriuretic peptide (BNP) darah yang dibutuhkan pada pasien gagal jantung.
BNP merupakan hasil produksi jaringan otot jantung yang bila ventrike kiri teregang, yang berefek positif memperbaiki gangguan hemodinamik yang bisa mengakibatkan vasodilator, meningkatkan diuresis, dan lainnya. Pada pasien gagal jantung, kadar BNP ini masih terus diperlukan, meskipun levelnya sudah normal. Karena itu, selain obat-obatan jenis inhibitor ACE, penyekat beta, diuretik, dan lainnya, juga diperlukan jenis obat penunjang yang mampu meningkatkan kadar BNP dalam tubuh. Jika obat-obatan sudah tidak lagi efektif, maka pasien memerlukan alat bantu seperti IABP (intra aortic balloon pump), biventricular pacing (RCT/resynchronization cardiac therapy), ICD (implantable cardioverter device), atau kombinasi RCT dan ICD (RCT-D).
Di beberapa negara maju, jika kondisi gagal jantung makin memburuk, maka dilakukan articificial heart atau ventricular assist device untuk membantu fungsi jantung sebelum dilakukan tranplantasi jantung, dengan memperhatikan efektivitas biaya. Upaya pencegahan gagal jantung akut ini sebenarnya sangatlah mudah. Yang terpenting adalah menjaga pola hidup sehat. Selain itu, diperlukan pemeriksaan medis secara rutin untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan tubuh Anda. Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa risiko gagal jantung bisa turun sebanyak 25% dengan berhenti merokok, menjaga kolesterol seimbang, dan minum aspirin sebesar 80 mg secara rutin.1,2
Sebagai pompa jantung bekerja tidak hanya atas kemampuan sendiri, tetapi bergantung pula pada berbagai faktor , sehingga ia dapat bekerja secara optimal. Faktor- faktor tersebut adalah kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan / menit), beban awal ( preload) dan beban akhir (afterload).6
2.2. Infark Miokard
Infark miokard merupakan nekrosis iskemik pada miokard akibat sumbatan akut pada arteri koroner.
Insidensi : Infark miokard sangat sering terjadi; 250.000 infark miokard (MI) per
tahun di Inggris ( satu kejadian tiap 2 menit); 100.000 kematian.
Patogenesis : Infark miokard terjadi bila arteri koroner tersumbat, miokard yang disuplai oleh arteri tersebut mengalami iskemik dan dalam beberapa jam terjadi nekrosis; pemulihan aliran darah dengan cepat bisa mencegah infark dan membatasi nekrosis. Penyebab yang amat sering adalah penyakit jantung koroner ateromatosa, bila plak ateromatosa koroner ( tidak selalu yang sangat mempersempit lumen arteri) mengalami erupsi atau ruptur, terjadi penyebaran plak mendadak dan trombosis pada lumen arteri koroner. Penyebab Infark Miokard yang lain jarang terjadi. Pemantauan jangka panjang adanya Infark Miokard ditentukan terutama oleh luasnya kerusakan ventrikel kiri, dan beratnya penyakit jantung koroner yang mendasari. Sebagian besar kematian pasca infark miokard disebabkan oleh gagal jantung, serangan jantung mendadak, atau infark miokard lanjutan.5
Adapun manisfestasi klinis dari infark miokard adalah nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan menetap(lebih dari 30 menit), tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin sering disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif). Distensi vena jugularis umumnya terdapat pada infark ventrikel kanan.7
Jika aliran darah miokardium terganggu secara nyata maka akan terjadi kematian (infark) pada miokardium. Infark miokardium dapat berupa:
1. Infark subendokardial. Adalah infark yang tidak meliputi seluruh lapisan dinding jantung.
2. Infark transmural. Adalah infark miokardium yang meliputi seluruh ketebalan dinding ventrikel. Infark transmural lebih berat dibanding infark subendokardial. Infark transmural selalu berasala dari adanya peningkatan penyempitan atau oklusi total pembuluh arteri yang memperdarahi area tersebut atau peningkatan tiba-tiba kebutuhan oksigen miokardium pada arteri yang sebelumnya sangat stenostik. Sebagian besar infark miokardium transmural bersifat tidak homogen; tidak seluruh otot di area tersebut mati, tetapi masih terdapat pulau-pulau otot hidup dalam beberapa ukuran dan jumlah.
Proses sebenarnya dari infark miokard tidak sederhana. Dari percobaan dengan binatang; diketahui bahwa sel otot jantung akan mati dalam waktu 20-60 menit setelah oklusi total arteri koroner. Akan tetapi terdapat proses reperfusi yang segera terjadi 3-4 menit pasca oklusi total arteri terutama pada perbatasan daerah iskemik dan non-iskemik. Proses reperfusi ini menguntungkan oleh karena segera mengurangi dan melokalisasi area infark, serta menurunkan angka kematian. Di samping itu, reperfusi juga berdampak instabilitas elektrik, edema, atau hemorrahage, yang justru memperburuk keadaan secara umum.
Proses penyembuhan jaringan nekrotik dari area miokardium akan menimbulkan jaringan parut. Sebagian besar jaringan parut ini terdiri dari jaringan fibrotik dan sel-sel miokardium yang viabel dalam komposisi berbeda-beda. Hal ini terbukti dari adanya perubahan kontraktilitas area tersebut setelah dilakukan tindakan revaskularisasi. Bila area jaringan parut hanya terdiri dari jaringan ikat saja, maka daerah tersebut akan menipis, akinetik, dan aneurismatik.
Faktor yang mempengaruhi infark miokardium: adanya oklusi total atau subtotal, dan ada tidaknya peredaran kolateral ke daerah iskemia. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kematian (mortalitas) pasca infark:
Luas dan beratnya infark.
Makin banyaknya sistem koroner yang terlibat (1/2/3 vessels)
Riwayat infark sebelumnya.
Terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan tidak bisa dimodifikasi:
A. Fakor resiko yang dapat dimodifikasi:
1) Merokok. Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen.Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding yang tidak merokok,
2) Konsumsi Alkohol. Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial.
3) Hipertensi Sistemik. Ini menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meninggikan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan oksigen jantung,
4) Penyakit Diabetes. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
B. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi:
1) Usia. Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause).
2) Jenis Kelamin. Morbiditas akibat penyakit jantung koroner(PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause,
3) Riwayat Keluarga.Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK.4
Penyebab kematian pasca infark terutama oleh karena gagal jantung akut atau sub-akut, yang seringkali diinduksi oleh adanya aritmia ventrikel. Gagal jantung kronik merupakan penyebab kematian lain dalam frekuensi yang jauh lebih sedikit yang terutama disebabkan oleh luasnya jaringan parut pada jantung. Sekitar 20% pasien CAD mengalami sudden death yang kemungkinan besar disebabkan oleh infark akut yang diikuti oleh fibrilasi atau asistol.3
2.3. Total AV Blok
Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan penanganan segera. Blok AV derajat III terjadi jika tidak ada impuls atrium yang dihantarkan ke ventrikel berdenyut sendiri-sendiri (terdapat disosiasi atrioventrikel). Atrium berdenyut teratur mengikuti impuls yang berasal dari simpuls SA. Ventrikel juga berdenyut dengan teratur namun frekuensinya jauh lebih lambat dibandingkan atrium ( 20-60 x/ menit).
Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II, tetapi total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau interval PR yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak blok total sering diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan ventrikel. Jika terjadi distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar dan kecepatan ventrikel biasanya > 50x/ menit.
Makna klinis dan prognosis blok AV bergantung pada penyebabnya. Blok AV akibat peningkatan rangsang vagus atau pada keracunan digitalis yang ditangani dengan baik, mempunyai prognosis yang cukup baik. Namun bila ditemukan perubahan mendadak dari irama sinus menjadi blok AV total (sindrom Adam-Stokes), prognosisnya menjadi serius, karena dapat mendatangkan kematian akibat henti jantung mendadak atau fibrilasi ventrikel.
Etiologi total AV blok selain kongenital bisa juga didapat. Kelainan-kelainan tersebut adalah : penyakit degeneratif sistem penghantaran (Lev's disease, Lenegre' disease), iskemi atau infark miokard, kardiomiopati dilatasi, keracunan obat karena digitalis, quinidin, fenotiazin, anti depresi trisiklik, penyakit katup jantung khususnya stenosis aorta dan insufisiensi aorta, kelainan miokard dan jaringan ikat (sarkodiosis, skeloderma, amiloidosis, SLE, penyakit tiroid) pembedahan, hiperkalemia dan diikuti anti aritmia, tumor jantung (baik primer maupun sekunder),dan Chagas'disease.
Diagnosis total AV blok biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan EKG. Pada EKG dapat dijumpai frekuensi gelombang P tidak sama dengan kompleks QRS, bentuk kompleks QRS dapat normal (picu sekunder di AV junction) atau menyerupai bentuk denyut ektopik ventrikel (picu sekunder pada dinding ventrikel). Gelombang P sinus dan banyak , sementara kompleks QRS hanya ada beberapa. Adanya disosiasi AV dimana tidak adanya hubungan gelombang P dan kompleks QRS. Interval RR masih teratur. Irama atrial lebih cepat daripada irama ventrikel, irama ventrikel biasanya sangat lambat > 45 x/menit (pada yang kongenital 40-60x/menit). Pada kasus terlihat gambaran seperti tersebut dengan VR 31 x/ menit.11 Gambar1. AV Blok derajat 3 / Total AV Blok (TAVB)
Keterangan:
a. Gelombang P bisa 2 kali lebih banyak dari kompleks QRS.b. Gelombang P dan kompleks QRS membentuk pola irama sendiri-sendiri.
Penatalaksanaan total AV blok dilakukan dengan obat obatan dan pemasangan pacu jantung. Obat-obatan yang diberikan berupa sulfas atropin 0,5 mg intravena dengan dosis maksimal 2 mg merupakan obat pilihan, dan sebagai alternatif adalah isoproterenol. Bila obat tidak menolong, dipasang alat pacu jantung temporer. Biasanya jarang diperlukan alat pacu jantung permanen. Sangat perlu diperhatikan kondisi hemodinamik pasien. American Heart Association/ American College of Cardiology membagi indikasi pemasangan pacu jantung ke dalam 3 kelas: kelas I,II,III. Yang dimaksud kelas I adalah keadaan dimana pacu jantung harus dipasang, kelas II keadaan dimana masih terdapat perbedaan mengenai kepentingannya, dan kelas III keadaan dimana tidak diperlukan pacu jantung. Khusus untuk indikasi kelas I pemasangan pacu jantung pada blok AV adalah sebagai berikut:
1. AV blok derajat III pada setiap tingkatan anatomik yang dihubungkan dengan salah satu komplikasi berikut:
a. Bradikardia simtomatik.
b. Aritmia dan kondisi medis lain yang membutuhkan obat-obat yang menimbulkan bradikardia simtomatik.
c. Periode asistol yang terekam > 3 detik atau setiap kecepatan yang hilang < 40 denyut/menit pada pasien yang bebas dari gejala.
d. Setelah ablasi kateter AV junction.
e. Blok AV pasca operasi yang tidak diharapkan terjadi.
f. Penyakit neuromuskular dengan blok AV seperti: distrofi miotonik muskular, Kearns-Sayre syndrome, Erb's dystrophy dan atrofi muskular peroneal.
2. Blok AV derajat II tidak memandang jenis atau letak blok dengan bradikardia simtomatik. Pemasangan pacu jantung sebagai sumber energi eksternal yang digunakan untuk menstimuli jantung jika gangguan pembentukan impuls dan/ atau transmisi menimbulkan bradiaritmia diharapkan dengan pacu jantung mengembalikan hemodinamik ke tingkat normal atau mendekati nomal pada saat istirahat dan aktivitas. Pemasangan pacu jantung temporer biasanya untuk memberikan stabilisasi segera sebelum pemasangan pacu jantung permanen. Insersi biasanya dilakukan transvena ke apeks ventrikel kanan. Sedang pacu jantung permanen insersinya dilakukan melalui vena subklavia atau sefalika dengan sadapan yang diletakkan dalam aurikula kanan untuk pemasangan atrium dan apeks ventrikel kanan untuk pemasangan pacu jantung ventrikel. Pada kasus ini mula-mula diberikan Alupent (isoproterenol) 2 x 10 mg kemudian diberikan injeksi sulfas atropin 0,5 mg-1 mg IV, total 0,04 mg/kgBB, namun tidak terjadi perbaikan sehingga pasien dipasang alat pacu jantung temporer melalui vena femoralis kanan. Pada akhirnya pasien harus membutuhkan pacu jantung permanen melalui vena subklavia dengan keadaan hemodinamik pasien yang membaik.3
Komplikasi : sinkope, tromboemboli bila disertai takikardia, gagal jantung.Prognosis : tergantung penyebab, berat gejala, dan respon terapi.8
Kesimpulan :
Telah dilaporkan satu kasus yang didiagnosis dengan EKG sebagai total AV blok, menunjukkan perbaikan setelah dilakukan pemasangan pacu jantung permanen.
Penanganan blok AV total ini sangat penting karena merupakan salah satu kedaruratan di bidang kardiologi.3
2.4. Hubungan Antara Gagal Jantung Dengan Infark Miokard
Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling sering terjadi setelah infark miokardium.
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonali. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.
Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatorik. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi aliran darah dari organ –organ yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan perfusi organ –organ vital. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung kanan, sehingga akan meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hukum jantung Starling). Pengurangan aliran darah ginjal dan laju fltrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan lebih meningkatkan aliran balik vena.
Manifestasi klinis gagal jantung mencerminkan derajad kerusakan miokardium dan kemampuan serta besarnya respon kompensasi. Berikut adalah hal-hal yang biasa ditemukan pada gagal jantung kiri :
1. Gejala dan tanda : dispneu, oliguria, lemah , lelah pucat, dan berat badan bertambah
2. Auskultasi : ronki basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat).
3. EKG : takikardia
4. Radiografi dada : kardiomegali, kongesti vena pulmonalis, redistribusi vaskular ke lobus bagian atas.
Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskular paru hingga membebani ventrikel kanan. Selain secara tak langsung melalui pembuluh paru tersebut, disfungsi ventrikel kiri juga berpengaruh langsung terhadap fungsi ventrikel kanan melalui fungsi anatomis dan biokimiawinya. Kedua ventrikel mempunyai satu dinding yang sama ( yaitu septum interventrikularis) yang terletak dalam perikardium. Selain itu, perubahan-perubahan biokimia seperti berkurangnya cadangan noreprinefrin miokardium selama gagal jantung dapat merugikan kedua ventrikel. Yang terakhir, infark ventrikel kanan jelas merupakan faktor predisposisi terjadinya gagal jantung kanan. Kongesti vena sistemik akibat gagal jantung kanan bermanifestasi sebagai pelebaran vena leher, hepatomegali, dan edema perifer.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Aesculapius, M. 2000.Infark miokard Akut. Kapita Selekta Kedokteran. 437-440
2. Alwi, Idrus,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.
3. Anonimus. 2007. Patofisiologi Coronary Artery Disease. http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Fisiologi-Anatomi/Patofisiologi-Coronary-Artery-Disease.html
4. Boston, MA. 2006.Environ Health Perspect. bmj, 115:53-57
Davey,Patrick. At A Glance Medicine. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2006.
Gray, Huon H,dkk. Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2003.
Guyton, A. C,M.D. 2002. Fisiology Kedokteran. EGC. 335-336
Panji,dr. Bradiaritmia. 2008. http://panji1102.blogspot.com/2008/06/bradiaritmia.html
Price, Sylvia Anderson,dkk. Patofisiologi. Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005.
Sitompul, Barita, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002.
Zulkhairi, Haris Hasan. Majalah Kedokteran Indonesia. http://www.jantunghipertensi.com.Desember 2002.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar